10 tahun yang lalu, suatu kejadian yang tak akan kulupakan, kejadian yang sangat merubah hidupku. Fazri Al-Faraja, seukir nama yang telah menyelamatkan nyawaku, sehingga aku dapat menjadi seperti saat ini.

“Iqbal, can you take that document at your file?

Of course sir, i will take it”

Pada tahun 2028, tepat setelah kelulusan kuliahku, aku dikirim ke Singapura dan bekerja di perusahaan sebagai pekerja kantoran di bidang keuangan. Sepulang kerja aku pun kembali ke apartemenku, dan melaksanakan salat isya di rumah. Setelah salat, aku pun mendapat telepon dari istriku, Laila.

Ya, tepat pada tahun 2029 aku menikah dengan Laila, yaitu adik perempuan almarhum Fazri. Dan kami dikarunia seorang anak perempuan yang kami beri nama Mutiara Syahidah yang sekarang ini sudah berumur 4 tahun pada tahun 2033, yaitu saat ini. Dan besok adalah hari ulang tahunnya yang ke 4.

“Ayah, anak kita kan besok ulang tahun, bisa gak ambil cuti sebentar aja, dia bilang mau naik kapal pesiar bareng ayah.” Ujar Laila di telepon.

“Insya Allah, ma. Besok sekitar jam 09.35 ayah pulang ke rumah oke?”

Mendengar hal itu Laila pun setuju dan berkata akan menungguku di bandara, aku sangat senang mendengarnya, apalagi setelah bertemu dengan Tiara esoknya. Percakapan di telepon itu pun kami tutup dengan salam, dan aku pun harus bersiap untuk berangkat besok pagi sekaligus menyiapkan tiket kapal pesiar untuk kami esok.

Keesokan paginya pada sekitaran jam 10.00 aku tiba di bandara dan menemui Laila yang sedang menggandeng tangan Tiara, putri kesayanganku.

“PAPA!” Panggilnya yang berlari ke arahku, aku pun berjongkok dan memeluknya. Ia berkata padaku bahwa ia sangat rindu padaku, padahal setiap pagi, siang, dan sore, kami selalu video call bareng. Aku memaklumi hal itu karna aku juga merasakan hal serupa.

Aku pun kemudian berdiri dan memeluk Laila dengan erat sambil melepas rindu. Setelah itu aku pun berkata pada mereka sambil mengeluarkan 3 tiket kapal pesiar kelas B dari tasku.

“Ini adalah hadiah ulang tahun Tiara! Nanti kita berangkat yaa!”

Tiara terlihat sangat girang melihat tiket itu, kami berdua pun sangat senang melihat putri kecil kami bahagia.

Beberapa jam kemudian pun kami menaiki kapal pesiar Aegea yang akan berlabuh ke Kuala Lumpur. Kami bertiga berdiri di geladak kapal, menatap laut yang luas dan bahkan kami melihat gerombolan ikan lumba-lumba yang berenang indah di laut. Tiara sangat heboh melihatnya, kami berdua juga tak kalah heboh dengan mengambil gambar momen itu, siapa tahu tidak bisa melihat seperti ini lain waktu kan?

Setelah menikmati banyak momen bersama, pada sore harinya aku dan Laila  berkumpul di kamar tidur sambil bercerita sedangkan Tiara sibuk bermain bonekanya. Laila pun bilang padaku.

“Yah, kemarin sore tetangga kita, Pak Rusdi meninggal karna penyakit lambungnya kumat, lagi pula umurnya juga udah tua kan?”

“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, semoga diampuni dosa-dosa beliau, karna almarhum meninggal dalam keadaan syahid”  

Laila pun mengangguk,tapi dalam hati aku berpikir bahwa beruntungnya almarhum pak Rusdi karna beliau meninggal dalam keadaan syahid.

Assalamualaikum warahmatullaah, Assalamualaikum warahmatullah” beberapa jam berlalu, dan kami baru saja menyelesaikan salat magrib berjamaah di kamar. Dan tepat setelah kami selesai berdoa, Tiara langsung tertidur setelahnya. Kami berdua tersenyum sendiri melihat Mutiara kami tertidur.

“Mungkin dia kelelahan, ya.” Ujarku “Iya.”

Kami pun mengangkat Tiara ke atas kasur, dan mengenakannya selimut. Setelah itu Laila pun berpamitan padaku.

“Ayah, aku ke geladak utama dulu ya, mau ngobrol sama Nadin, dari tadi udah ngechat dianya”

“Iya pergilah, biar aku yang jagain Tiara.”

Setelah itu Laila pun pamit dan pergi menuju ke geladak utama. Sedangkan aku duduk di kasur sambil membaca buku yang berjudul “Apa itu syahid” seraya mengelus kepala Tiara dengan lembut. Sedangkan di sisi Laila, disaat ia sedang asyik bergosip dengan Nadin, tiba-tiba sebuah guncangan yang cukup kuat terjadi bahkan sampai ke kamar kami, dan beberapa penumpang protes karena hal itu.

“Woy, ada apa ini?”    “What’s going on!”    “Do shita No?”

Seluruh penumpang berkumpul di geladak atas karena guncangan besar tadi, tapi semua itu diakhiri dengan keluarnya kapten dari kapal pesiar itu yang akan mengumumkan hal penting.

Calm down everyone! Calm down! I will announce this problem.”

Ujar sang kapten yang menyuruh semua tenang, sang penerjemahnya pun menerjemahkan apa yang disampaikan oleh kapten, yang mengimbau agar semuanya dipindahkan ke kapal penyelamat yang lain, malam itu juga karena kapal mereka mengalami mati mesin yang tak diketahui penyebabnya. Tapi para penumpang bersikeras mempertahankan alibi mereka untuk terus melanjutkan perjalanan. Walaupun peringatan pengembalian uang sudah di umumkan, tapi mereka tetap tak mau.

Sampai sebuah guncangan yang lebih keras terjadi kembali, BRUAK! Dan hal itu membuat penumpang kembali panik, guncangan itu membangunkan Tiara yang sedang tidur.

“Ayah, ada apa ini?”

“Tidak ada apa-apa kok sayang, ayo kita kumpul bareng mama.”

Ujarku seraya hendak menggendong Tiara, ia mengangguk dan aku pun membawanya ke geladak utama untuk bertemu Laila. Setelah mencari, aku pun menemukannya, dan dia juga katanya kebetulan ingin menemui kami tadi ke kamar.

“Laila, kamu gak apa apa kan?” Tanyaku

“Aku gak apa-apa kok, kamu sama Tiara gimana?” Tanyanya balik. Aku pun mengangguk tanda iya, hingga salah seorang ahli mesin kapal datang kepada sang kapten.

“Captain! The ship's engine is completely dead, and the propeller shaft is leaking!”

WHAT?? Evacuate everyone!!NOW!”

Kapten pun memerintahkan untuk evakuasi cepat, karna mesin kapal mati dan poros bawahnya bocor, kapal ini mungkin tak lagi bertahan lama. Dan akan segera tenggelam, sedangkan sang kapten kembali ke ruangan kendali. Aku pun melihat orang orang memperebutkan perahu evakuasi  secara tak beraturan, karena itu aku berinisiatif untuk membantu.

Aku menitipkan Tiara pada Laila dan akan membantu evakuasi.

“Laila, jaga Tiara baik-baik, kamu juga ya, aku akan membantu orang untuk evakuasi dengan cepat.” Dan ketika aku akan pergi, Laila menarik tanganku seakan tak ingin aku pergi.

“Iqbal, hati-hati, aku tak ingin kehilangan orang yang kucintai untuk yang kedua kalinya.” Ucapnya sambil meneteskan air mata, begitu juga Tiara, aku pun berjanji akan kembali pada mereka. Lalu aku pergi dan membantu mengevakuasi orang yang masih berada di kabin dan mengamankan lansia yang sudah tak bisa berjalan cepat lagi.

“Common everyone, Hurry! Come here! Ke sini!” aku mencoba mengarahkan penumpang ke jalur evakuasi bersama petugas yang lain. Sekaligus membagikan perahu keselamatan pada yang lain secara berkelompok, namun aku merasa ada yang harus ditangani di bagian kemudi kapal, aku pun bergegas pergi ke sana.

Sesampainya di sana aku melihat bahwa kemudi kapal tak tertahan dan membuat proses tenggelamnya kapal menjadi lebih cepat. Aku pun memberanikan diri untuk menahan kemudi kapal itu dengan sekuat tenaga dan tenggelamnya kapal melambat.

“Aku harus menahan kemudi ini selama mungkin, agar yang lain bisa dievakuasi dengan selamat!” Ujarku dalam hati sejenak

ALLAHUAKBAR!!” Aku bertakbir sekuat mungkin dan mencoba menahan kemudi yang berat itu agar yang lain aman. Sekilas aku terpikir akan keluarga ku, wajah mereka, tingkah laku mereka, dan aku merasa menyesal saat itu juga.

“Laila, Tiara, maafkan aku karna tak bisa menepati janjiku kali ini, mungkin syahid ini, adalah pilihan Allah untukku kembali pada-NYA.”setelah mengucapkan itu,perlahan air mataku menetes tak sanggup membendung penyesalanku pada keluargaku. Namun tiba tiba seseorang menepuk bahuku.

“Go, son!”  Aku terkejut melihat sang kapten yang tiba tiba datang ke sini.

“Captain?what are you doing here?” Setelah aku bertanya, ia melepaskan pegangan tanganku dan berganti menahan kemudi dengan tangannya.

“It is my duty as a captain on this ship to ensure that all my passengers are safe.”

Mendengar hal itu aku sangat respect padanya, arti dari yang ia katakan adalah “Sudah tugasku sebagai kapten di kapal ini untuk memastikan seluruh penumpangku selamat.”

Hurry up! Your family is waiting for you.” Ucapnya yang menyuruhku kembali pada keluargaku. Aku pun memahami niat heroik kapten itu, dan memberikan hormat kepadanya.

“Everyone will remember your sacrifice, Captain.” Ujarku sambil memberi hormat, ia pun mengangguk dan menyuruhku pergi secepatnya.

Aku pun pergi secepat mungkin, walau banyak barang barang yang berjatuhan menimpa kepalaku, tapi demi keluarga, semua akan kutempuh. Aku pun akhirnya melihat perahu keselamatan yang dinaiki oleh Laila dan Tiara, mereka masih menungguku. Dan dengan bahagia aku memanggil mereka sambil mendekati perahu.

“Laila! Tiara!”

“AYAH!!” Aku pun melompat ke perahu itu sambil memeluk mereka berdua, perasaan yang harus aku syukuri seumur hidupku, adalah perasaan ini. Mereka berdua sangat senang bisa melihatku,begitu juga denganku yang merasa demikian.kami semua akhirnya berkumpul pada perahu keselamatan terakhir dan aku senang yang lain selamat.

“Akhirnya, semua selesai.” Karena terkena banyak benturan, aku pun terjatuh dan rasanya aku seperti akan pingsan, dan sebelum mataku tertutup, aku melihat Laila dan Tiara yang berkumpul di hadapanku.

Keesokan paginya aku pun tersadar di sebuah rumah sakit di Nias, dan aku tak mengetahui apa yang terjadi satu malam itu. yang pertama kali aku lihat adalah Laila dan Tiara yang tersenyum begitu melihatku sadar.

“Akhirnya, ayah sadar juga.” Ujar Tiara dengan senyum manisnya, aku pun hanya tersenyum mendengar hal itu, lalu tiba tiba Laila memelukku dengan erat.

“Kami khawatir kamu kenapa napa.” Ucapnya.

“Aku gak apa apa kok, kamu tenang aja ya.” Ujarku membalas pelukannya. Setelah ia melepas pelukan, aku pun melihat sebuah berita di televisi yang menyala, yang menyebut:

“Berita pagi ini, sebuah kapal pesiar Aegea yang berlayar pada sabtu siang dari Pelabuhan Jakarta, dikabarkan tenggelam setelah mengalami mati mesin dan kebocoran pada bagian bawah kapal di laut nias. Seorang kapten yang bernama Muhammad Ali dari Turki dikabarkan meninggal setelah menahan kapal agar tidak terbalik saat tenggelam. Ajaibnya tak ada korban jiwa lainnya dalam insiden ini, pihak Aegea”

Aku tersenyum respect melihat berita itu, karena sesungguhnya kapten itu telah meninggal dalam keadaan syahid. Istriku bertanya padaku mengapa aku berani melakukan hal berbahaya seperti tadi malam, dan jawabanku hanya satu, dan tak akan berbeda dari sebelumnya yaitu,

“Karena Syahid.” Jawabku. Kami semuapun senang karna bisa berkumpul kembali seperti saat ini. Walaupun liburan kapal pesiar kami ada kendala, tapi berlibur yang sebenarnya adalah berkumpul bersama keluarga.

Setelah aku berbicara sebentar dengan Laila, Tiara naik ke atas kasur rumah sakit dan bertanya padaku.

“Ayah, syahid itu apa?”

 

Editor: Ismahdy

 

Serba Serbi Terbaru

Terbawa Arus 04 Juli 2025
Bayang-Bayang Langit Pesantren 03 Juli 2025
CAHAYA IMAN CACA 22 April 2025
Tolak Gabut Ala Santri di Rumah 25 Maret 2025